Oleh. Dr. H. Ahyar Wahyudi, S.Kep. Ns., M.Kep., CISHR, FISQua, FRSPH, FIHFAA
Perilaku merokok di kalangan remaja merupakan fenomena yang mengkhawatirkan dan terus menjadi perbincangan serius dalam masyarakat global. Ketika kita memikirkan masa remaja, kita seringkali membayangkan masa penuh energi, kreativitas, dan eksplorasi. Namun, sayangnya, banyak remaja yang terjebak dalam kebiasaan merokok yang merusak, yang dimulai dari pengaruh teman sebaya, keluarga, dan lingkungan sekolah.
Pengaruh Teman Sebaya
Masa remaja adalah periode penting dalam pembentukan identitas dan hubungan sosial. Pada masa ini, pengaruh teman sebaya sangat dominan. Remaja cenderung mencari validasi dan penerimaan dari kelompok teman sebaya mereka. Dalam konteks perilaku merokok, pengaruh teman sebaya menjadi sangat signifikan. Berdasarkan meta-analisis yang dilakukan oleh Anse Putra, Hanung Prasetya, dan Bhisma Murti, remaja yang memiliki teman yang merokok memiliki kemungkinan 5,04 kali lebih besar untuk ikut merokok dibandingkan dengan remaja yang teman-temannya tidak merokok.
Mengapa pengaruh teman sebaya begitu kuat? Teori Pembelajaran Sosial dari Albert Bandura memberikan penjelasan yang relevan. Bandura menyatakan bahwa individu belajar melalui observasi dan imitasi perilaku orang lain, terutama mereka yang dianggap sebagai model atau figur yang penting dalam kehidupan mereka. Teman sebaya seringkali menjadi model perilaku yang sangat berpengaruh bagi remaja. Ketika seorang remaja melihat teman-temannya merokok, mereka mungkin merasa terdorong untuk meniru perilaku tersebut demi mendapatkan penerimaan sosial atau sekadar mencoba sesuatu yang baru.
Selain itu, teori tekanan normatif juga memainkan peran penting. Norma sosial yang diterima dalam kelompok teman sebaya dapat menentukan apakah merokok dianggap sebagai perilaku yang dapat diterima atau bahkan diinginkan. Remaja yang berada dalam kelompok yang menganggap merokok sebagai tanda kedewasaan atau keberanian mungkin merasa terdorong untuk merokok agar bisa “menyesuaikan diri” dengan kelompok tersebut. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menciptakan lingkungan sosial yang positif dan memberikan contoh yang baik bagi remaja.
Pengaruh Keluarga
Keluarga adalah fondasi utama dalam pembentukan perilaku dan nilai-nilai seorang individu. Perilaku merokok dalam keluarga dapat mempengaruhi remaja dalam berbagai cara. Penelitian Putra et al. menunjukkan bahwa remaja yang memiliki anggota keluarga yang merokok memiliki kemungkinan 2,04 kali lebih besar untuk ikut merokok dibandingkan dengan remaja yang keluarganya tidak merokok. Ini menunjukkan bahwa keluarga memainkan peran yang signifikan dalam membentuk perilaku merokok pada remaja.
Teori Intergenerasional dari perilaku merokok menjelaskan bahwa kebiasaan merokok dapat diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Remaja yang tumbuh dalam keluarga di mana merokok adalah perilaku yang umum mungkin menganggap merokok sebagai sesuatu yang normal dan dapat diterima. Selain itu, teori keteladanan orang tua juga menekankan bahwa perilaku orang tua berfungsi sebagai model bagi anak-anak mereka. Anak-anak cenderung meniru perilaku orang tua mereka, baik itu positif maupun negatif.
Selain itu, faktor-faktor seperti stres keluarga, kurangnya komunikasi yang efektif, dan dinamika keluarga yang tidak sehat juga dapat mendorong remaja untuk mencari pelarian melalui merokok. Dalam halĀ ini, penting bagi keluarga untuk menciptakan lingkungan yang mendukung, memberikan edukasi tentang bahaya merokok, dan menjadi teladan yang baik bagi anak-anak mereka. Dengan menciptakan ikatan keluarga yang kuat dan sehat, kita dapat membantu remaja menghindari kebiasaan merokok dan perilaku merusak lainnya.
Pengaruh Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah tempat di mana remaja menghabiskan sebagian besar waktu mereka dan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan perilaku dan nilai-nilai mereka. Lingkungan sekolah yang positif dapat berfungsi sebagai pelindung terhadap perilaku merokok. Namun, penelitian menunjukkan bahwa kebijakan anti-merokok di sekolah tidak selalu efektif dalam mengurangi perilaku merokok pada remaja. Meta-analisis oleh Putra et al. menemukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dalam perilaku merokok antara remaja yang bersekolah di sekolah dengan kebijakan anti-merokok yang ketat dan mereka yang tidak.
Ini menunjukkan bahwa kebijakan saja tidak cukup untuk mengubah perilaku. Teori Pembelajaran Sosial dan Teori Tekanan Normatif juga berlaku dalam konteks ini. Meskipun sekolah mungkin memiliki kebijakan anti-merokok, jika norma sosial di antara siswa masih mendukung merokok, maka kebijakan tersebut akan sulit untuk diterapkan secara efektif. Oleh karena itu, penting bagi sekolah untuk tidak hanya menerapkan kebijakan, tetapi juga menciptakan budaya sekolah yang mendukung kesehatan dan kesejahteraan siswa.
Program intervensi yang efektif di sekolah harus mencakup pendidikan tentang bahaya merokok, pengembangan keterampilan untuk menolak tekanan teman sebaya, dan dukungan emosional bagi siswa. Selain itu, keterlibatan guru dan staf sekolah dalam menciptakan lingkungan yang positif dan mendukung sangat penting. Sekolah harus menjadi tempat di mana siswa merasa aman, didukung, dan diberdayakan untuk membuat keputusan yang sehat.
Refleksi dan Implikasi
Ketika kita merenungkan temuan dari penelitian ini, jelas bahwa mengatasi masalah merokok pada remaja memerlukan pendekatan yang holistik dan komprehensif. Pengaruh teman sebaya, keluarga, dan lingkungan sekolah semuanya saling terkait dan memainkan peran penting dalam membentuk perilaku remaja. Oleh karena itu, upaya untuk mengurangi perilaku merokok pada remaja harus mencakup intervensi pada ketiga level tersebut.
Pertama, penting bagi kita untuk menciptakan lingkungan sosial yang positif bagi remaja. Ini termasuk memberikan dukungan dan pendidikan kepada teman sebaya untuk menjadi agen perubahan yang positif. Program-program yang mempromosikan kesehatan mental dan fisik, serta keterampilan sosial yang sehat, dapat membantu remaja menghindari kebiasaan merokok.
Kedua, keluarga harus menjadi pusat dukungan dan pendidikan bagi remaja. Orang tua perlu menjadi teladan yang baik dan memberikan informasi yang akurat tentang bahaya merokok. Selain itu, komunikasi yang efektif dan hubungan yang sehat dalam keluarga dapat membantu remaja merasa didukung dan diberdayakan untuk membuat keputusan yang sehat.
Ketiga, sekolah harus berperan aktif dalam menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan siswa. Ini termasuk menerapkan kebijakan anti-merokok yang efektif, memberikan pendidikan tentang bahaya merokok, dan mendukung keterlibatan guru dan staf dalam menciptakan budaya sekolah yang positif. Program-program yang mengajarkan keterampilan hidup dan strategi coping yang sehat juga sangat penting.
Dalam menghadapi tantangan perilaku merokok pada remaja, kita harus bersatu sebagai masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang mendukung dan memberdayakan generasi muda kita. Dengan bekerja sama, kita dapat membantu remaja menghindari kebiasaan merokok dan mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan mereka. Seperti yang dikatakan oleh Mahatma Gandhi, “Kesehatan adalah kekayaan sejati, bukan kepingan emas dan perak.” Marilah kita bersama-sama menciptakan masyarakat yang sehat dan kuat, di mana setiap remaja memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.