Arak Bali: Legalisasi, Tradisi, dan Implikasinya dalam Kehidupan Masyarakat Bali

Oleh. Dr. H. Ahyar Wahyudi, S.Kep. Ns., M.Kep., CISHR, FISQua, FRSPH, FIHFAA

Legalitas arak Bali yang dilakukan oleh Gubernur Bali, I Wayan Koster, pada tahun 2020, memicu berbagai reaksi di kalangan masyarakat Indonesia. Arak Bali, minuman beralkohol tradisional khas Bali, tidak hanya menjadi sorotan karena status hukumnya, tetapi juga karena perannya dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat Bali. Keputusan untuk melegalkan arak Bali ini menunjukkan upaya pemerintah daerah dalam melestarikan warisan budaya dan meningkatkan perekonomian lokal melalui industri rumahan.

Nadya Inda Syartanti, dalam penelitiannya yang berjudul Legalization of Arak Bali in Online News Headlines: Critical Discourse Analysis, menggunakan analisis wacana kritis Norman Fairclough untuk menganalisis bagaimana berita tentang legalisasi arak Bali dikonstruksi dalam media online. Syartanti menemukan bahwa berita utama menggunakan diksi yang fokus pada kata “legal” baik sebagai kata benda maupun kata kerja, dengan unit tata bahasa yang didominasi oleh klausa dan fungsi sintaktik yang menonjolkan informasi sebagai topik utama wacana​. Analisis ini mengungkap bagaimana media nasional memainkan peran penting dalam menyebarkan berita legalisasi arak Bali, mencerminkan komitmen Gubernur Bali terhadap pelestarian budaya dan tradisi Bali​.

Pandangan masyarakat Bali terhadap arak Bali tidak dapat dipisahkan dari sistem kepercayaan Hindu yang dominan. Dalam agama Hindu, minuman beralkohol seperti arak, tuak, dan berem memiliki peran penting dalam berbagai upacara adat dan keagamaan. Artikel karya I Wayan Sunampan Putra berjudul Arak Bali dalam Kehidupan Masyarakat Karangasem Bali: Perspektif Sosioreligius menjelaskan bahwa arak Bali digunakan dalam upacara metatah (potong gigi) dan pernikahan, serta dalam tradisi metuakan yang mempererat hubungan kekeluargaan dan persahabatan​​. Penggunaan arak Bali dalam konteks ini menunjukkan bahwa minuman ini lebih dari sekadar produk konsumsi; ia adalah simbol budaya yang kaya dengan nilai-nilai spiritual dan sosial.

Dalam dimensi praktik wacana, analisis ini melihat proses produksi, konsumsi, dan distribusi teks. Berita utama yang mengangkat legalisasi arak Bali mencerminkan bagaimana komitmen Gubernur Bali, I Wayan Koster, terhadap pelestarian budaya dan tradisi Bali ditransmisikan kepada publik. Koster, sebagai tokoh yang berpengaruh, memanfaatkan media untuk menyampaikan pentingnya legalisasi ini dalam konteks ekonomi dan budaya. Legalisasi arak Bali tidak hanya berfungsi sebagai pengakuan hukum terhadap produk lokal, tetapi juga sebagai upaya untuk meningkatkan perekonomian melalui industri rumahan dan memperkuat identitas budaya Bali di mata dunia​​.

Namun, tidak dapat diabaikan bahwa ada kekhawatiran mengenai dampak negatif dari konsumsi alkohol yang berlebihan. Meski arak Bali memiliki nilai budaya dan ekonomi, konsumsi yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah kesehatan dan sosial. Oleh karena itu, regulasi yang ketat dan pengelolaan yang bijaksana sangat diperlukan untuk meminimalkan risiko ini. Dengan regulasi yang tepat, arak Bali dapat menjadi komoditas yang aman dan bermanfaat bagi masyarakat.

Refleksi dari langkah ini menunjukkan bahwa pelestarian budaya dan peningkatan ekonomi tidak harus saling bertentangan. Melalui kebijakan yang seimbang, masyarakat dapat menikmati manfaat ekonomi dari produk tradisional sekaligus menjaga nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Legalitas arak Bali adalah contoh bagaimana kebijakan pemerintah dapat berdampak positif ketika mempertimbangkan berbagai aspek sosial, budaya, dan ekonomi secara holistik.

Sebagai penutup, legalitas arak Bali dapat dianalogikan seperti menanam benih di tanah subur; jika dirawat dengan baik, ia akan tumbuh menjadi pohon yang kuat dan memberikan buah yang melimpah. Namun, jika dibiarkan tanpa pengawasan, ia bisa tumbuh liar dan membawa dampak yang tidak diinginkan. Dalam filsafat, kebijaksanaan terletak pada keseimbangan, sebagaimana yang diungkapkan oleh Aristoteles dalam konsep golden mean atau jalan tengah. Kebijakan yang bijaksana adalah yang mampu menyeimbangkan berbagai kepentingan dan menghasilkan kebaikan yang berkelanjutan bagi seluruh lapisan masyarakat. Legalitas arak Bali mengajarkan kita bahwa dengan kebijakan yang tepat, tradisi dan inovasi dapat berjalan berdampingan untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.