Oleh. Dr. H. Ahyar Wahyudi, S.Kep. Ns., M.Kep., CISHR, FISQua, FRSPH, FIHFAA
Di era modern ini, kesehatan merupakan aspek fundamental yang menentukan kualitas hidup seseorang. Penyakit ginjal kronis (CKD) adalah salah satu kondisi kesehatan yang mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia. Namun, apakah kita pernah bertanya-tanya bagaimana perbedaan jenis kelamin mempengaruhi manajemen penyakit ini? Sebuah studi baru-baru ini yang dipublikasikan di JAMA Network Open oleh Jorge A. Rodriguez, MD, dan rekan-rekannya mengungkapkan wawasan mendalam tentang disparitas dalam manajemen CKD antara pria dan wanita.
Pendahuluan
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dr. Rodriguez dan timnya, ditemukan bahwa meskipun CKD lebih sering terjadi pada wanita, manajemen penyakit ini di kalangan wanita cenderung kurang optimal dibandingkan dengan pria. Studi ini menggunakan data dari catatan kesehatan elektronik (EHR) untuk menganalisis manajemen CKD di 15 praktik perawatan primer yang berafiliasi dengan pusat medis akademik di Boston, Massachusetts. Dengan mengamati pasien dari Maret 2018 hingga Maret 2019, penelitian ini memberikan wawasan berharga tentang bagaimana perbedaan jenis kelamin dapat mempengaruhi pendekatan klinis terhadap CKD.
Pengembangan Tema Utama
Salah satu temuan utama dari penelitian ini adalah bahwa wanita dengan CKD menerima perawatan yang kurang optimal dibandingkan pria dalam beberapa aspek penting. Misalnya, wanita cenderung kurang sering mendapatkan tes laboratorium yang diperlukan, seperti pengukuran cystatin C, dan lebih jarang diberikan obat-obatan seperti RAASi (Renin-Angiotensin-Aldosterone System inhibitors) dan SGLT2i (Sodium-Glucose Cotransporter-2 inhibitors). Selain itu, tekanan darah pada wanita dengan CKD cenderung kurang terkendali dan mereka juga kurang sering dirujuk ke spesialis nefrologi.
Penemuan ini menggugah kita untuk merenung dan bertanya-tanya, mengapa perbedaan ini terjadi? Apakah ada faktor-faktor sistemik dan sosial yang berperan? Bagaimana kita bisa memperbaiki sistem perawatan kesehatan agar lebih inklusif dan adil?
Dalam memahami akar masalah ini, kita perlu melihat lebih dalam ke dalam konsep gender dalam konteks kesehatan. Gender bukan hanya tentang jenis kelamin biologis, tetapi juga mencakup peran, harapan, dan norma sosial yang mempengaruhi bagaimana individu berinteraksi dengan sistem perawatan kesehatan. Menurut teori gender dalam kesehatan, perbedaan dalam akses dan kualitas perawatan kesehatan antara pria dan wanita sering kali disebabkan oleh bias implisit dan eksplisit dalam praktik klinis serta perbedaan dalam bagaimana pria dan wanita mempersepsikan dan melaporkan gejala mereka.
Dalam hal CKD, bias gender dapat muncul dalam berbagai bentuk. Sebagai contoh, dokter mungkin lebih cenderung mengasosiasikan gejala CKD dengan kondisi lain pada wanita, sehingga mereka kurang mendapatkan perhatian yang tepat. Selain itu, wanita mungkin lebih enggan untuk meminta bantuan medis atau mengikuti perawatan yang direkomendasikan karena tanggung jawab rumah tangga dan keluarga yang lebih besar.
Lebih lanjut, sistem perawatan kesehatan itu sendiri mungkin tidak sepenuhnya disesuaikan untuk mengatasi kebutuhan khusus wanita dengan CKD. Misalnya, penelitian menunjukkan bahwa wanita seringkali kurang terwakili dalam uji klinis, yang berarti bahwa pedoman perawatan dan obat-obatan mungkin tidak sepenuhnya efektif atau aman untuk mereka.
Dalam mengatasi disparitas ini, kita dapat mengambil pelajaran dari berbagai teori dan konsep dalam ilmu kesehatan dan kebijakan publik. Salah satu konsep penting adalah keadilan dalam kesehatan (health equity), yang mengacu pada distribusi sumber daya dan kesempatan yang adil untuk semua individu, tanpa memandang jenis kelamin, ras, atau status sosial-ekonomi. Dalam konteks ini, keadilan dalam kesehatan berarti memastikan bahwa wanita dengan CKD mendapatkan akses yang sama ke tes diagnostik, obat-obatan, dan perawatan spesialis yang mereka butuhkan.
Konsep lain yang relevan adalah pendekatan berbasis individu (person-centered care), yang menekankan pentingnya memahami dan merespons kebutuhan, preferensi, dan nilai-nilai individu pasien. Pendekatan ini dapat membantu mengurangi bias gender dalam perawatan CKD dengan melibatkan wanita dalam pengambilan keputusan tentang perawatan mereka sendiri dan memastikan bahwa mereka mendapatkan informasi yang jelas dan komprehensif tentang kondisi mereka.
Selain itu, kesadaran kritis (critical consciousness) adalah konsep yang dapat diterapkan dalam pelatihan profesional kesehatan untuk membantu mereka mengenali dan mengatasi bias implisit dalam praktik klinis mereka. Dengan meningkatkan kesadaran tentang bagaimana bias gender dapat mempengaruhi diagnosis dan perawatan CKD, dokter dan perawat dapat bekerja lebih efektif untuk memastikan bahwa semua pasien mendapatkan perawatan yang adil dan berkualitas tinggi.
Mengatasi perbedaan jenis kelamin dalam manajemen CKD bukanlah tugas yang mudah, tetapi ini adalah langkah penting menuju sistem perawatan kesehatan yang lebih adil dan inklusif. Penting bagi kita untuk terus mendorong penelitian yang lebih mendalam tentang faktor-faktor yang mempengaruhi disparitas ini dan mengembangkan strategi yang efektif untuk mengatasinya.
Dalam refleksi pribadi saya sebagai profesional kesehatan, studi ini mengingatkan kita tentang pentingnya melihat pasien sebagai individu dengan kebutuhan unik dan tantangan spesifik. Ini juga menekankan pentingnya pendidikan dan pelatihan berkelanjutan bagi profesional kesehatan untuk meningkatkan kesadaran tentang bias gender dan bagaimana mengatasinya dalam praktik klinis.
Secara keseluruhan, penting bagi kita untuk terus bekerja menuju sistem perawatan kesehatan yang benar-benar inklusif dan adil, di mana semua individu, tanpa memandang jenis kelamin, mendapatkan perawatan yang mereka butuhkan dan layak. Dengan mengadopsi pendekatan berbasis pasien, meningkatkan kesadaran tentang bias implisit, dan mendorong keadilan dalam kesehatan, kita dapat membuat langkah besar dalam meningkatkan manajemen CKD dan kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
Manajemen CKD yang efektif membutuhkan pendekatan yang holistik dan inklusif, yang mempertimbangkan semua faktor yang mempengaruhi kesehatan pasien. Studi ini memberikan wawasan berharga tentang bagaimana perbedaan jenis kelamin dapat mempengaruhi perawatan CKD dan menyoroti kebutuhan untuk perubahan dalam sistem perawatan kesehatan kita. Dengan mengadopsi pendekatan berbasis pasien dan bekerja untuk mengurangi bias gender, kita dapat membantu memastikan bahwa semua individu mendapatkan perawatan yang adil dan berkualitas tinggi.
Kita harus terus mendorong penelitian dan kebijakan yang mendukung keadilan dalam kesehatan dan memberdayakan semua individu untuk mengambil peran aktif dalam manajemen kesehatan mereka sendiri. Dengan demikian, kita dapat membangun masa depan yang lebih sehat dan lebih adil bagi semua.